Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Juli, 2019

Cerpen "Hakikat Hujan" (Kabar Madura-Senin, 17 Juni 2019)

Hakikat Hujan Matahari bersinar terik hari ini. Sinarnya menembus kulit sampai ke darah. Namun itu semua tak sedikitpun mengurangi semangat Mak Tinah dan kawan-kawannya bekerja menanam padi di sawah milik Dul Hasan, petani muda yang sangat sukses. Sementara dari jauh nampak seorang pemuda, berlari melewati tanggul kali menuju sawah milik Dul Hasan, larinya seperti anak kecil, sering kali dia terpeleset dan jatuh lalu bangkit lagi, menjadi bahan tertawaan para petani di sekitar tanggul. Dia Dul Rohim adik dari Dul Hasan yang masih berusia 18 tahun, lebih muda 5 tahun dari kakaknya. Dia berlari sambil berteriak, memanggil-manggil Mak Tinah yang sedang menanam padi di sawah. “Mak Tinah... Mak Tinah...” begitu ia memanggil wanita paruh baya yang sudah lama ditinggal mati suaminya, dan kini hidup sendiri setelah anak perempuan satu-satunya merantau ke kota. Mak Tinah melihat Rohim dengan heran, seperti ada sesuatu yang sangat ingin disampaikan Rohim sampai-sampai ia mau lari-

Puisi-Puisi Imam Khoironi di Kabar Madura

Edisi 31 Mei 2019 Yang Tertanggal Di suatu savana kau terdengar menyanyi Nada gubahanmu pun tersadur pada kering rumputan Musim ini kau lebih mahir menyeka hujan Yang turun hanya saat aku datang menjengukmu Sebagai rindu Cintamulya, 9 September 2018 Arti Sebenarnya Jual-Beli Orang-orang yang sedang berdesakkan mencuri kolom-kolom di ujung keheningan hanya untuk memastikan ia masih bernafas dengan tubuh yang kotor akan bunga dan daun yang membusuk Sementara di bagian lain negeri ini orang-orang menangis, berhimpitan tanpa dapat menjamah udara yang tak bisa dibagi merata dalam perebutan kekuasaan, penyebaran citra Setumpuk kebisingan, yang diracik Oleh segala kalangan. Kasta tak ubahnya tulisan dari huruf sansekerta Yang memaknai kemerdekaan, Segala pasar di negeri ini sama Kumuh dan tak ada udara Lampung, 30 Maret 2019

Cerpen "Maling Sandal" di Medan Pos

Maling Sandal  Medan Pos, 24 April 2019 Malam yang hening diawali suara azan pertanda waktu Isya sudah datang. Malam ini adalah malam ke 25 bulan Ramadan. Memang tak terasa sudah 24 hari bulan puasa dilalui dengan penuh keberkahan, ibadah setiap hari, serta makanan enak yang dimasak oleh ibu setiap hari. Berbuka dengan kolak membuatku kembali semangat menjalankan ibadah malam ini, terutama s a lat tarawih dan tadarus Al-Qur’an di masjid dekat rumahku. Setelah berwudhu dan berganti pakaian, memakai sarung dan baju koko serta kopyah aku siap berangkat ke masjid untuk solat tarawih. “Arif, ayo kita berangkat, nanti kita terlambat!” terdengar suara dari luar kamarku, ternyata A yah memanggilku agar segera bergegas. “Iya , A yah , ” j awabku dari dalam kamar. “Pakai sandal yang lama saja, yang baru besok pakainya waktu lebaran saja,” p inta A yahku. “Memang kenapa , Y ah . Ada apa dengan sandal baruku?” t anyaku sedikit agak bingung. “Tidak ada apa-apa dengan sandal b

Puisi-Puisi Imam Khoironi di Apajake.id

Edisi Jum'at, 3 Mei 2019 Aku Lupa Menguras Kenangan setelah berakhirnya air matamu kurasa tak ada lagi yang tersisa, selain aroma wangi dari daun kemangi yang kaukunyah di tepian malam saat aku menemanimu makan di warung kota di kota ini kutaburi jutaan kemunafikan dari mulai pagi di awan, hingga sore di pelataran rambutmu rajin menyibakkan masa lalu padahal garis-garis kerinduanmu, sudah dari sejak awal pertemuan, kugunting hampir di setiap pertemuan kita, kauselalu bercerita, dalam segala ruang dan waktu, kenanganmu menggenang sebab aku lupa, untuk mengurasnya April 2019 Muktamar Rindu Pada masa laluku, ada sebuah ruangan yang begitu asing bagi tubuhku di sana serpihan rinduku bersemayam mungkin juga bersama rindumu sebagaimana puisi yang kaubaca dan fahami jika aku akan mati, maka, kusediakan ruangan yang tubuh kita tak akan mampu masuk, dan membersihkan rindu itu dan pasti, rindu akan menyukai tempat itu

Puisi-Puisi Imam Khoironi di Radar Cirebon (Kompilasi)

Edisi Sabtu, 23 Maret 2019 Membangun Musim Buat para kuli dan tukang. Di zaman yang padat tangis ini dalam negeri yang separuh penghuninya membasuh muka dengan adonan cahya matahari ternyata banyak batu bata yang menata barisan diikuti pasir dan batu terikat dalam satu simpul yang para buruh jadikan sebagai landasan hidup yang menetapkan nasib Cintamulya, 8 November 2018 Edisi Sabtu 11 Mei 2019 Hujan Musim Lalu Awan yang memekat ini, mungkin hanya menandai sebuah kejenuhan, dari langit yang setiap hari selalu menyapa bumi dengan terang kerontang Mungkin juga, jika hujan turun, ia hanya melengkapi mendung biar membekas. Lampung selatan, 2018 Edisi Sabtu, 15 Juni 2019 Definisi Laut /1/ Mengalun bergelombang bersama rasa haru Sebab air mata telah bermuara Pada deru duka para penghuni bagan Yang terperangkap kehampaan /2/ Berlayar di permukaan hati Tandas di pelabuhan luka Hab