Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari September, 2019

Puisi -puisi Imam Khoironi di Radar Malang

Edisi Minggu, 7 Juli 2019 Menunggu Kepulangan Ayah hari sudah hampir penuh dengan peluh dan lelah membasahi tiap-tiap doaku, saat melangkah menuju surau yang jaraknya melaju ke ujung kesunyian dan kau pun belum juga ingat waktu dan masih mencangkuli ladang citaku setelah matahari mengucapkan sampai jumpa dengan pepohonan dan bulan menyampaikan selamat jalan pada dunia yang ramai di desa kau baru ingat kalau rumah ini punya dunianya sendiri dan juga butuh apimu Lampung, Juni 2019 Menunggu Ibu Pulang tak seperti waktu yang biasa mengalir di sela-sela jemarimu kepergianmu yang berselamat pagi pada embun itu tak pernah mendapat sambutan cahaya pagi lembar demi lembar rindu terus menumpuk, tumbuh dari daun-daun kasihmu yang perlahan gugur di taman surga waktu yang tak kunjung menemui buntu sedangkan kepulanganmu selalu kutunggu di taman yang embun itu menetes dari bunga askh yang tak bisa mengharumi rumah kita Lampung,

Esai_Gelar Penyair

Gelar Penyair Radar Malang-Minggu, 19 Mei 2019 Puisi adalah sebuah hasil karya tulis yang tergolong dalam jenis karya sastra. Arti dari sastra sendiri dalam KBBI adalah bahasa (kata-kata, gaya bahasa) yang dipakai di kitab-kitab (bukan bahasa sehari-hari). Namun definisi tersebut tidak bisa dijadikan acuan dalam memaknai karya sastra secara lebih luas. Bisa jadi sastra adalah bahan yang digunakan oleh seseorang dalam menyampaikan pesan dengan indah, dan non eksplisit. Karena poin penting dari sastra adalah gaya bahasa yang digunakan, bagaimanapun seorang penulis puisi bisa disebut penyair adalah karena bahasa dalam puisinya, namun akan saya uraikan secara lebih jelas dan   rinci di bawah. “Konon puisi adalah mahkota bahasa. Puisi adalah hasil yang dicapai jika seseorang mampu bermain-main dengan bahasanya.” (Sapardi, 2016:3). Dalam hal ini Sapardi menggaris-besarkan pada permainan bahasa. Bahasa dalam karya sastra, dalam hal ini puisi, haruslah memiliki ciri khas yang bis

Puisi-Puisi Imam Khoironi di Malang Post Minggu, 30 Juni 2019

Negeri Bulan Mei Ini tentang Mei, bukan soal Budi Utomo Ataupun hujan yang pelan-pelan lindap; Takut pada Juni Ini tentang Mei, yang separuhnya bermandi api Meski pada separuh mula, ia hujan-hujanan pada April Ini tentang Mei, jalanan yang sedari dulu Selalu penuh debu dendam dan deru ambisi; Ini juga tentang Mei, api yang tak kunjung Padam, didera tangis di banjiri jeritan Ini tentang Mei, yang setiap tahun Berbaju api, berwajah besi Ini negeri bulan Mei. Lampung Mei 2019 Takut Air Hujan hujan membunuh hiruk pikuk di jalan kota hanya ada tukang bakso keliling ting, ting, ting dia masih berjualan meski sudah basah kuyup motor si tukang bakso alangkah liar pikiran si tukang bakso dia berhenti memasang payung di atas motor untuk memayungi bakul yang menggigil terlalu kedinginan dan baksonya terlalu takut air hujan sedang dirinya masih memukul mangkok membaca mantra penghenti hujan dia nampak sangat kedinginan Lampu

Puisi Imam Khoironi di Riau Pos Edisi Ahad, 14 Juli 2019

Puisi Imam Khoironi Belajar Membaca Puisi Kubaca puisimu, saat petus menggelegar Dan awan memenjara bintang-bintang Angin nampak gusar Menjemput burung-burung Lonceng gereja berdentang, langit menggerutu Wahai Rendra, mengapa orang menyebutmu merak? Kubaca sajak-sajakmu, ketika hujan menelanjangi anak-anak Dan membungkus udara dengan sendu Selokan yang penuh lumpur Berubah menjadi dapur bagi katak Rendra, tiadakah wajah lain burung merak? Kubaca puisimu, saat jam di tangan menyebut sore Dan detak kegelisahan menggerai Rasa rindu membelit, menganyam Pohon akasia di depan surau bergoyang kegelian Wahai Rendra, mungkinah puisi ini seindah ekor burung merak? Lampung, April 2019 Belajar Merindu di jauh yang kau selamat jalan di jarak yang engkau merindu ada tempat, yang disana kata tak lagi bersemayam hanya berhunikan rasa dan suara, suara yang memanggil namaku rasa yang menggenangi hatimu di jalan yang engkau menan