Sumpah Seorang Pemuda Kepada Ibunya
Ibu.
Aku bersumpah demi yang lebih tinggi
Dari bendera dan apa saja
Tanahmu, akan kujadikan tempat kuburku
Meredam panas darahku
Ibu.
Aku bersumpah demi penguasa kehendak
Dan kehendak itu sendiri
Nasibku biar jadi misteri
Semoga menjadi jati diri
Ibu.
Aku bersumpah demi penyair paling merdeka
Dan paling berkuasa di jaga raya
Puisi ini kutulis tanpa bahasa apa-apa
Kecuali ini bahasamu, Ibu.
Way Halim, 28 Oktober 2019
Menggambar Pohon
Bagi kami:
Yang membalut napas dengan debu kering tanah lapang
Retak dan merekah seperti bunga di pertengahan musim semi
Serta tidak lupa mengantar doa menuju langit melalui lampion-lampion
Juga mantra-mantra yang tak lagi kudus
Mencari jalan setapak untuk menemui roh
Yang coba menembus langit membincangkan
Pengadilan dunia pada Tuhan
Ketahuilah:
Akar-akar rumput sudah menembus batu
Dan pohon dengan daun-daun hijau hanya ada
Pada buku mewarnai anak TK
Yang sebagian besar dari mereka ingin mewarnainya jingga
Atau pada tugas menggambar anak SD
Karena selain gunung atau pohon, mereka
Hanya bisa menggambar asap
Way Halim, Oktober 2019
Menyusu Ibu 1
Aku begitu kehausan, tubuhku sangat kekeringan
Aku ingin menyusu pada Ibu pertiwi
Putingmu yang dahulu begitu nikmat kutelusuri tiap lingkarnya
Sekarang begitu hampa, bahkan hanya sekadar untuk diraba
Karena putingmu sekarang terbakar
Oleh anak-anakmu sendiri
Yang kerongkongannya terbuat dari ambisi
Way Halim, Oktober 2019
Menyusu Ibu 2
Aku rindu masa itu
Masa saat aku bisa menyusu padamu
Aku rindu saat aku merengek dan kau membuka kancing baju
Saat ini orang-orang terlalu sibuk
Membandingkan air mana paling murni
Padahal bagiku tak ada air yang lebih murni
Daripada air susumu, Ibu
Air hari ini penuh darah dan kotoran meskipun
Diambil dari sungai-sungai pegunungan
Air hari ini mengandung sombong dan kedustaan
Meski diambil dari umroh dan perhajian
Tapi airmu, air susumu itu murni
Meski terbuat dari darah dan kotoran sapi
Way Halim, Oktober 2019
Terbit pada Sabtu 8 Februari 2020
Komentar
Posting Komentar