Langsung ke konten utama

Puisi-puisi Imam Khoironi di Radar Mojokerto Edisi 18 Agustus 2019


Di Jalur Pulang Ini Aku

Di jalur pulang ini aku
Mencoba memisahkan
Antara rindu dan kesedihan
Menjahit napas sengal dan tangisan
Menjala kemungkinan yang ragu-ragu
Untuk menjadi pasti

Di dalam deru mesin angkot
Yan berada pada lajur kepulanganku
Aku merangkai detik
Yang akan kulalui di titik kepulangan

Di jalur pulang ini aku
Menata jalan
Lewat persimpangan, tanjakan dan perpisahan
Aku musafir yang akan datang
Dan tak menyertakan peta
Di saku kemeja

Di jalan pulang ini aku
Mencatat semua hal
Termasuk percakapanku
Dengan kenangan

Lampung Selatan, Juli 2019

Di Atas Bukit

Nada sunyiku saling bertautan
Menggandeng tangan
Membentuk melodi:
Harmoni penuh pengharapan

Sunyi yang patah menjadi senandung
Dan burung pipit ikut bersahutan
Mendendangkan lagu keceriaan
Liriknya dari butir hujan
Berpadu dengan angin yang menitipkan jiwanya
Pada daun dan rumput-semak

Mengiringi derapan pagi sampai penuh hari
Mengikuti alunan langkah kaki para sapi
Menuju kaki bukit, persawahan

Sindang Ayu, Juni 2019

Di Kaki Bukit

Kami sampai dengan suasana yang basah kuyup
Para sapi meremah daun dengan sayup
Mereka nampak sangat bijak menghadapi hujan
Tak ada yang menggigil kedinginan

Kecuali pohon-pohon pisang dan
Batang kelapa yang tersambar petir, juga
Aku yang tak bisa mendekap erat gemetaran

Di kaki bukit, hujan tak lagi bertumpahan
Laguku selesai, nada sunyiku beruraian
Matahari mengirim pesan untuk dedaunan:
Para sapi yang kegirangan

Kami tak langsung pulang
Kami pergi ke seberang
Menuju sungai
Untuk menyanyikan laguku kembali

Cintamulya, Juni 2019

Di Sungai

Para sapi sibuk membersihkan badan
Dan aku sibuk membersihkan gemetaran
Nada sunyiku memadu kasih
Pada deru air di tumpukan batu
Aku menyanyi lagi, kali ini katak mengiringi
Liriknya dari siul nyiur padi
Angin sepertinya tak nampak menuliskan nada
Di daun senja
Hari sudah makin penuh
Kami beriringan naik, lalu jatuh dalam kepenatan
Hingga sampailah sunyi di kepulangan
Laguku kembali ke peraduan
Dan aku pulang ke persinggahan

Lampung, Juni 2019

Definisi Mimpi

Dalam mimpi yang menggambar sketsa
Rumah dan segala sesuatu di dalamnya
Kumenemui hati dan luruh jiwa
Mata yang menggali keyakinan
Mulut yang bertanya kebenaran
Perihal pondasi-pondasi dan tiang-tiang
Yang tak lagi bertautan
Sindang Ayu, Juni 2019

NB: Photo taken by Nurin Habibah

Komentar

Populer

Puisi -puisi Imam Khoironi di Radar Malang

Edisi Minggu, 7 Juli 2019 Menunggu Kepulangan Ayah hari sudah hampir penuh dengan peluh dan lelah membasahi tiap-tiap doaku, saat melangkah menuju surau yang jaraknya melaju ke ujung kesunyian dan kau pun belum juga ingat waktu dan masih mencangkuli ladang citaku setelah matahari mengucapkan sampai jumpa dengan pepohonan dan bulan menyampaikan selamat jalan pada dunia yang ramai di desa kau baru ingat kalau rumah ini punya dunianya sendiri dan juga butuh apimu Lampung, Juni 2019 Menunggu Ibu Pulang tak seperti waktu yang biasa mengalir di sela-sela jemarimu kepergianmu yang berselamat pagi pada embun itu tak pernah mendapat sambutan cahaya pagi lembar demi lembar rindu terus menumpuk, tumbuh dari daun-daun kasihmu yang perlahan gugur di taman surga waktu yang tak kunjung menemui buntu sedangkan kepulanganmu selalu kutunggu di taman yang embun itu menetes dari bunga askh yang tak bisa mengharumi rumah kita Lampung,

Cerpen "Hakikat Hujan" (Kabar Madura-Senin, 17 Juni 2019)

Hakikat Hujan Matahari bersinar terik hari ini. Sinarnya menembus kulit sampai ke darah. Namun itu semua tak sedikitpun mengurangi semangat Mak Tinah dan kawan-kawannya bekerja menanam padi di sawah milik Dul Hasan, petani muda yang sangat sukses. Sementara dari jauh nampak seorang pemuda, berlari melewati tanggul kali menuju sawah milik Dul Hasan, larinya seperti anak kecil, sering kali dia terpeleset dan jatuh lalu bangkit lagi, menjadi bahan tertawaan para petani di sekitar tanggul. Dia Dul Rohim adik dari Dul Hasan yang masih berusia 18 tahun, lebih muda 5 tahun dari kakaknya. Dia berlari sambil berteriak, memanggil-manggil Mak Tinah yang sedang menanam padi di sawah. “Mak Tinah... Mak Tinah...” begitu ia memanggil wanita paruh baya yang sudah lama ditinggal mati suaminya, dan kini hidup sendiri setelah anak perempuan satu-satunya merantau ke kota. Mak Tinah melihat Rohim dengan heran, seperti ada sesuatu yang sangat ingin disampaikan Rohim sampai-sampai ia mau lari-

Puisi Imam Khoironi_Bangka Pos Edisi 8 September 2019

Mendengarkan Ricik air terbenam di wadah-wadah mendung Suaranya serupa semilir angin Menepuk daun jati yang gugur Di muka kemarau Takdir memelukku erat Hingga biduk yang kunanti tiba Aku hanya mendengarkan suara gerimis Lampung, Juli 2019 Senandung Maka beri tahu aku Ihwal lagu itu Di kalbumu senyap saja Tampak tubuhmu tak lagi menyanyi Sampai senja menelan apa saja Yang berderap di muka kota Aku tak lagi mendengar angin Yang dahulu bersemayam di lagumu Lampung, Juli 2019 Angin dan Pohon /I/ Namun sampai bila juga Hatiku akan menjemput keniscayaan Di dalam ruh yang bertebaran Kutahu angin membawa namamu Bayangmu pasti kerlip bintang, Atau teka-teki tentang pelangi Akankah ia muncul bersama gerimis Yang melambai pada berkas cahaya? /II/ Lalu sampailah kita Tanpa pertanyaan dan jawaban apa-apa Kehendak hanya datang Ia tak pernah pulang Hingga satu ketika waktu membuka Setiap rahasia dari lagumu Atau mungkin juga angin Bertengger di pepohonan