Halo teman-teman. Perkenalkan namaku Imam Khoironi. Aku adalah orang di balik tulisan-tulisan yang pernah teman-teman baca di blog ini. Di pertengahan tahun ini, aku ingin menantang diriku untuk membuat semacam seri tulisan. Tulisan ini nantinya akan ditayangkan di blog secara rutin dalam tiap minggu dalam rubrik yang aku namai "Candu Bahasa" Catatan Duta Bahasa.
Ya, aku baru saja menyandang gelar baru. Gelar sekaligus tanggungjawab. Seperti kata Uncle Ben di film Spiderman "With great power comes great responsibility". Bulan ini aku telah dikukuhkan menjadi Duta Bahasa Provinsi Lampung. Oleh karena mengemban tanggungjawab itu, dengan apa yang aku punya, aku ingin berkontribusi. Setidaknya untuk melatih diriku disiplin dalam menulis. Seri tulisan ini akan menjadi medan tempurku yang pertama.
Untuk mengawalinya, mari kita ucapkan bismillah. Selamat menyelami perjalanan kepenulisanku. Dalam rubrik ini aku ingin bercerita, tentang awal mula kecintaanku pada sesuatu yang membesarkan namaku (ih ngaco) meskipun gak besar-besar amat (asal gak dibandingin sama Brian Khrisna aja sih). Sesuatu yang orang-orang sebut Literasi, sesuatu yang orang-orang kita masih belum membuka mata padanya. Sesuatu yang juga membawaku ke titik aku disebut sebagai duta bahasa. Selamat datang pada tulisan pertama "Candu Bahasa".
Aku ulang lagi, ya. Namaku Imam Khoironi, aku berasal dari suatu desa kecil di pelosok Lampung Selatan. Orang-orang di desa itu suka menyingkat nama daerah termasuk nama desanya. Nama desaku Cintamulya dan disingkat "Ctm", yapp seperti nama obat flu yang bisa bikin ngantuk 😴. Aku gak tau kenapa singkatannya ctm, padahal ada 10 huruf di sana tapi yang dipakai hanya 3 (namanya juga singkatan!). Nama daerah lainnya yang disingkat semisal sdm (Sidomulyo), bmj (Bumijaya), x anda (Kalianda), dan masih banyak lagi.
Cukup, ya bercandanya! Sekarang kita serius dikit. Udah gak usah senyum-senyum!
Aku mulai menulis sejak 2016. Tulisan pertamaku adalah sebuah puisi berjudul Kemarau. Berawal dari tugas Bahasa Indonesia, guruku menyuruh siswa-siswinya menulis puisi dan membacanya di depan kelas. Tak ada yang boleh plagiat. Ketahuan plagiat, hukuman menantimu. Begitu kira-kira yang ia ultimatumkan. Dari sana, aku mulai sadar kalau aku suka seni merangkai kata-kata ini. Setelah ditelusuri ternyata dulu aku juga suka menulis, ya, menulis status di facebook. Kisaran tahun 2013 mungkin, aku lupa. Lucu, ya, tapi jangan ketawa! Awas kalo ketawa.
Tulisan keduaku adalah sebuah cerpen berjudul "Tentang Aku dan Dia" eitss jangan salah, ini bukan cinta-cintaan ya. Sebuah cerpen yang lahir dengan proses yang hampir serupa, dipaksa oleh tugas guru Bahasa Indonesia. Memang, ya, kadang cinta bisa datang karena dipaksa. Setelah itu, aku mulai rajin menulis puisi dan beberapa kali cerita pendek. Di tahun itu pula, aku kenal dengan kesenian stand up comedy. Jadi beberapa kali juga aku menulis materi meskipun gak lucuuu!
Pada tahun 2017 aku mulai mengikuti lomba-lomba secara daring. Lomba menulis puisi yang aku dapat dari facebook informasinya. Banyak lomba yang aku ikuti, tapi semuanya nihil. Namaku memang tercantum di pengumuman tapi sebagai kontributor saja bukan pemenang. Tapi aku tak mempermasalahkannya, aku terus menulis dan mencari bentuk terbaik tulisanku. Seperti kata Tan Malaka "Terbentur, terbentur, terbentuk" karena dalam sebuah proses memang perlu ada benturan. Gagal - gagal - gagal - gagal - (mungkin) berhasil atau gagal lagi. Intinya di titik itu, aku enggan menyerah.
Aku juga sering mengunggah potongan-potongan sajakku di facebook. Sampai pada awal 2018, guru Sejarahku mengetahui kebiasaanku menulis itu. Saat itu aku mengunggah tulisan yang menyebutkan bahwa aku baru saja selesai dengan 2 album puisiku berjudul "Luka Bahagia" dan "Langit Berpeluh Menopang Sejuknya Awan". Beliau lalu mengajakku ngobrol dan memberiku masukan. Semangatku bertambah, aku tambah rajin menulis. Dia memberiku saran untuk mengirimkan puisiku ke media. Dan itulah awal mula tulisan-tulisanku muncul di berbagai media di Indonesia, baik cetak maupun digital.
Udah dulu ya, kita lanjut lagi ceritanya di episode berikutnya. Udah 3 tahun tuh ceritanya. Nanti kalau habis ceritaku mau kamu tanggungjawab? Enggak kan, yaudah segitu dulu. Kalau ketagihan datang lagi minggu depan. InsyaAllah setiap rabu tulisan ini akan tayang. Kalau enggak rabu, ya, kamis. Kalau enggak kamis, ya, terserah aku dong, wong aku sing nulis kok.
Aaaaa keren bgttt emgg
BalasHapus